Thursday, May 16, 2013

Agoes Salim dan Tafsir Pancasila

Setiap kali diskusi mengenai Pancasila berlangsung, selalu muncul pertanyaan pokok ini: apakah Pancasila, terutama sila Ketuhanan yang Maha Esa, mampu mengakomodasi mereka yang tidak beragama (ateis), maupun mereka yang menyembah banyak Tuhan (politeis)? Atau Pancasila, sesungguhnya, hanya mengakui monoteisme?
Sulit menjawab pertanyaan itu. Tetapi pertanyaan itu memang sah. Dalam negara modern, yang didasarkan pada demokrasi-konstitusional dan menghormati nilai-nilai HAM, keberadaan mereka–ateis atau non-teis atau politeis–tetap harus dihormati. Negara seharusnya tidak punya urusan apapun dengan keyakinan seseorang. Namun, dalam konteks Indonesia, prinsip dasar itu sungguh sulit ditegakkan.
Agus_Salim_headshot
Di situ, tafsir jenial H. Agoes Salim, salah seorang pejuang kemerdekaan dan ulama besar Islam, mengenai sila pertama Pancasila sungguh menakjubkan. Saya memperoleh teks yang sangat langka ini lewat fotokopi yang diberikan pada Bpk Djohan Efendi, sembari memberitahu bahwa teks ini sangat penting untuk diketahui umum, karena keberadaannya sungguh sulit dicari lagi.
Dalam teks tersebut (lengkapnya bisa diunduh di tautan ini), Agoes Salim menandaskan tafsirnya begini:
Dapatkah dengan asas negara itu (yakni “kepercayaan kepada Ketuhanan yang Maha Esa”—TS) kita mengakui kemerdekaan keyakinan orang yang meniadakan Tuhan? Atau keyakinan agama yang mengakui Tuhan berbilangan (yakni “politeis”—TS) atau berbagibagi?
Tentu dan pasti! Sebab undang-undang dasar kita, sebagai juga undang-undang dasar tiap-tiap negara yang mempunyai adab dan kesopanan mengakui dan menjamin kemerdekaan keyakinan agama, sekadar dengan batas yang tersebut tadi itu, yaitu asal jangan melanggar adab kesopanan ramai, tertib keamanan dan damai.
Sungguh sebuah tafsir jenial yang visioner! Sayangnya, tafsir ini kalah dalam pertarungan kuasa diskursus yang kemudian melahirkan “politik agama” Orde Baru dan masih terus diwarisi sampai sekarang.
Sebab, pada akhirnya, persoalan tafsir terhadap Pancasila–atau ideologi apapun juga–bukanlah persoalan hermeneutik saja, melainkan persoalan politik penafsiran di mana relasi-relasi kuasa bermain membentuk medan diskursusnya.

http://berteologi.wordpress.com/2013/05/01/agoes-salim-dan-tafsir-pancasila/

No comments:

Post a Comment