Thursday, March 14, 2013

Perda Syari’ah Bukanlah Syari’ah

4 Januari 2013

Dalam pernyataannya terkait dengan Perda larangan ngangkang atau phang dan pheng (bahasa Aceh red)  bagi perempuan yang dibonceng di atas sepeda motor, Sekretaris daerah Kota Lhokseumawe, Dasni Yuzar, menyatakan bahwa peraturan tersebut merupakan bagian untuk menegakkan syari’at Islam secara kaffah terutama di Kota Lhokseumawe.
Secara implisit pernyataan Dasni Yuzar merepresentasikan pandangan yang memahami bahwa perda syari’ah yang berlaku di daerah otonom seperti Aceh bersifat sakral. Sakralitas ini ditopang oleh teks-teks suci dalam agama Islam.
Namun menurut Ketua Pengurus Cabang Istimewa NU Amerika-Kanada, Akhmad Sahal, perda syariah bukanlah syariah. Perda syariah sama sebagaimana perda-perda lain. Yang dihasilkan oleh lembaga legislatif.
“Perda syariah adalah perda, yang sebagaimana perda-perda lain, bisa diperbaiki, diganti, atau bahkan dihapus sama sekali. Dengan kata lain, perda syariah adalah aturan buatan sekumpulan manusia yang duduk di parlemen. Dan proses politik di lembaga itu, kita tahu, seringkali diwarnai oleh kompromi kepentingan dan tawar menawar politik di antara mereka. Oleh karena itu, mendukung perda syari’ah tidak serta merta identik dengan menegakkan syariah. Dan menentangnya tidak lantas berarti menentang syariah” ungkap Akhmad Sahal di Akun Facebooknya.
Senada dengan hal itu, Peneliti Ma’arif Institute, Ahmad Najib Burhani, menyatakan bahwa perda syari’ah sangat mungkin didesakralisasi. Karena terkadang dalam perda syari’ah tidak mencerminkan nilai-nilai Islam sama sekali. [Mh]

http://www.lazuardibirru.org/berita/news/perda-syariah-bukanlah-syariah/